Rabu, 26 Mei 2010

Menjadi Ibu Rumah Tangga, Mengapa Harus Malu??

Ah,…Cuma ibu rumah tangga aja kok!” dengan malu-malu dan tersipu seorang akhwat menjawab pertanyaan kawannya tentang aktifitas apa yang di gelutinya sekarang. Sedangkan di kalangan ikhwan yang pernah penulis temui, ada diantara mereka yang malu untuk menjawab profesi istrinya bila istrinya bukan seorang dokter, insinyur, guru, atau profesi terhormat lainnya. Maka jawaban yang muncul adalah:

”biasa di rumah saja, mengurus anak-anak, Cuma ibu RT aja,… ga ada aktifitas lainnya!”

Duh, sebegitu hinakah profesi ini?

Padahal ketika penulis berinteraksi dengan wanita barat sewaktu di negeri Kanguru diantara mereka ada yang menjawab,

“Wow, profesi yang hebat tidak semua wanita mau menekuninya, I can’t do that!”

Ya,.. karena mereka melihat betapa sulitnya untuk menjadi istri sekaligus ibu yang baik bagi anak-anak. Saking beratnya, mereka memilih memasukkan anak-anak mereka di child care. Anda akan melihat dengan mata kepala sendiri panjangnya daftar antrian para orangtua yang ingin memasukkan anak-anak mereka ke tempat penitipan anak (childcare). Anda harus menunggu minimal selama 6 bulan sebelum nama anak anda di panggil.1 Rata-rata mereka memilih bekerja daripada mengasuh anak dirumah.

Suatu fakta yang tidak bisa di pungkiri bahwa para ibu dikalangan wanita barat memilih “melarikan diri” dari tugas dan tanggungjawabnya sebagai ibu dengan bekerja. Mereka bilang kepada penulis lebih mudah bekerja daripada tinggal dirumah mengasuh anak.Mengasuh anak membuatku stress! Itu yang penulis dengar. Bukankah itu suatu bukti bahwa mengurus anak-anak adalah suatu pekerjaan dan tanggung jawab yang berat? Lalu dimana penghargaan masyarakat kita terhadap ibu? Terlebih suami?

Itu baru dilihat dari satu sisi saja,…tidakkah anda melihat bahwa seorang istri atau ibu dirumah tidak pernah berhenti dari tugasnya?.Jika para suami mempunyai jam kerja yang terbatas antara 8-10 jam misalnya maka sesungguhnya seorang ibu rumah tangga mempunyai jam kerja yang lebih panjang yaitu selama 24 jam. Ia harus standby (selalu siap) kapan saja diperlukan. Bila diantara anggota keluarga ada yang sakit, siapakah yang bergerak terlebih dahulu? Bukankan seorang ibu/istri adalah dokter pribadi sekaligus perawat (suster) bagi suami dan anak-anaknya? Karena beliaulah yang akan berusaha meringankan beban sakit “sang pasien” dirumah sebelum di bawa kerumah sakit (yang sebenarnya) apabila ternyata sang ibu tidak sanggup mengobatinya. Pernahkah anda memikirkan berapa jumlah uang yang harus anda keluarkan untuk membayar seorang dokter dan perawat pribadi dirumah anda?

Bukankah seorang ibu juga seorang psikolog? Karena tentu anda melihat sendiri kenyataan ketika datang anak-anak mengeluh dan mengadu atas kesusahan atau penderitaan yang mereka alami maka sang ibu berusaha mencari jalan keluar dengan saran, nasehat dan belaian kasih sayang. Begitupula suami ketika merasa resah dan gelisah bukankah istri menjadi tempat curahan? Tak jarang para istri membantu suami meringankan dan memberi jalan keluar terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Penulis lihat sendiri betapa mahalnya bayaran seorang psikolog di Australia ada diantara mereka yang harus membayar $100 perjam dan tentu saja tidak ada jaminan mereka bisa membantu menyelesaikan masalah yang sedang anda hadapi.

Bukankan seorang istri/ibu dituntut untuk pandai memasak? Pernahkah anda membayangkan wahai para suami, anda memiliki juru masak dirumah yang selalu siap anda perintah kapan saja anda mau. Anda memiliki juru masak pribadi dirumah, ketika anda pulang ke rumah maka hidangan lezat tersedia bagimu dan juga untuk anak-anakmu. Pernahkah anda membayangkan berapa juta uang yang harus anda keluarkan untuk mengundang juru masak pribadi datang kerumah anda?

Masih banyak sisi lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Anda tentu pernah membaca syair Arab yang sangat terkenal yang berbunyi:

”Al-Ummu madrasatun idza a’dadtaha ‘adadta sya’ban tayyibul ‘araq” maknanya “seorang ibu adalah sebuah sekolah. Jika engkau persiapkan dia dengan baik maka sungguh engkau telah mempersiapkan sebuah generasi yang unggul”.

Ditangan ibulah masa depan generasi sebuah bangsa.Karena itulah islam sangat menghormati dan menghargai profesi ini. Kenyataan yang tidak bisa di pungkiri bahwa kedudukan ibu tiga kali lebih tinggi dibandingkan sang ayah.2

Karena Islam melihat tanggung jawab yang berat yang di emban seorang ibu, itu menandakan bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga adalah profesi yang mulia dan sangat terhormat. Lalu mengapa kita masih malu ya ukhti?? Ayo,..angkatlah wajahmu dan katakan dengan bangga bahwa aku adalah seorang “ibu rumah tangga!!” sebuah profesi yang sangat berat dan tentu saja pahala yang sangat besar Allah sediakan untukmu. Al-jaza’u min jinsil amal artinya balasan tergantung dari amal/perbuatan yang ia lakukan.Semakin berat atau sulit sebuah amal dilakukan seorang hamba maka pahala yang akan didapatinya pun semakin besar. Wallahu a’lam bisshawwab.

Muraja’ah oleh: Ustadz Eko Hariyanto Lc

Selasa, 25 Mei 2010

Keadaan Wanita di Surga

imagest.jpeg

Oleh: Sulaiman ibn Shalih Al-Kharasyi

Sesungguhnya surga dan kenikmatannya tidaklah khusus bagi kaum laki-laki saja, akan tetapi surga itu:

“Disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali Imran: 133)

Dari dua jenis makhluk manusia; laki-laki dan perempuan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta ‘ala telah mengabarkan yang demikian yang artinya:

“Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga”.(QS. An-Nisa’:124)

Hendaknya setiap wanita tidak sibuk pikirannya dengan banyak pertanyaan dan penyelidikan tentang perincian masuknya dia ke dalam surga. Apa yang akan diperlakukan terhadapnya? Kemana dia akan pergi? Bagaimana nasibnya? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Seakan-akan dia akan maju menuju padang pasir yang mematikan! Cukuplah baginya mengetahui dan meyakini bahwa hanya dengan sekedar masuk surga, akan sirna segala kepedihan dan kesusahan yang pernah dia alami. Dan yang demikian itu akan berubah menjadi kebahagiaan yang terus menerus, dan kekekalan yang abadi. Cukuplah baginya firman Allah Subhanahu wa Ta ‘ala tentang surga yang artinya:

“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya.” (QS. Al-Hijr:48)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta ‘ala yang artinya:

“Dan di dalam surga itu nterdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zukhruf:71)

Dan sebelum itu semua cukuplah baginya firman Allah Subhanahu wa Ta ‘ala tentang penduduk surga yang artinya:

“Allah ridha terhadap mereka dan mereka ridha terhadap-Nya.” (QS. Al-Maidah:119)

Di dunia, wanita tidak akan keluar dari beberapa keadaan berikut ini:
1. Adakalanya dia meninggal sebelum dia menikah.
2. Adakalanya dia mati setelah dia dicerai/ ditalak dan sebelum menikah dengan suami yang lainnya.
3. Adakalanya dia sudah menikah akan tetapi suaminya tidak masuk ke dalam surga bersamanya. Wal’iyadzubillah.
4. Adakalanya dia mati setelah pernikahannya.
5. Adakalanya suaminya meninggal, dan dia di tinggal dalam keadaan tanpa suami hingga mati.
6. Adakalanya suaminya meninggal, kemudian dia menikah dengan orang lain setelahnya.
Ini adalah keadaan kaum wanita di dunia. Maka bagi setiap keadaan ada balasan yang sepantasnya di surga, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengatur tentang hal itu:

1. Adapun wanita yang telah meninggal sebelum bersuami, maka dia akan dinikahkan oleh Allah Azza wa Jalla di surga dari seorang laki-laki di dunia yang Allah kehendaki, berdasarkan hadist Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam.
“Dan tidaklah di dalam surga itu ada seorang yang bujang”.(HR. Muslim, 5062)
Syaikh ibn Utsaimin Rahimahullah berkata:
“Jika seorang wanita belum menikah di dunia, maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta ‘ala akan menikahkannya dengan suami yang bisa mengenyangkannya di surga. Maka kenikmatan surga tidaklah terbatas hanya pada kaum laki-laki, akan tetapi diperuntukkan bagi laki-laki dan perempuan. Dan diantara bentuk kenikmatan surga adalah pernikahan.”

2. Wanita yang mati dalam keadaan ditalak atau janda maka iapun akan dijodohkan oleh Allah Subhanahu wa Ta ‘ala seperti wanita pertama.

3. Wanita shalihah yang suaminya tidak masuk surga juga demikian. Syaikh bin ‘Utsaimin Rahimahullah berkata:
“Jika seorang wanita termasuk penduduk surga dan dia belum menikah atau suaminya yang dulu (di dunia) bukan termasuk penduduk surga maka sesungguhnya jika dia telah masuk surga kemudian di sana ada penduduk surga yang belum menikah dari golongan laki-laki, maka salah seorang diantara mereka menikahinya”. Saya katakan: “Bahkan bisa saja dijodohkan dengan laki-laki yang sekufu’ (sebanding) meskipun laki-laki itu sudah mempunyai isteri lebih dari satu, seperti Asiyah Isteri Fir’aun dan Maryam binti Imran, mereka dinikahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta ‘ala di surga dengan Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa Sallam. Karena tidak ada yang pantas menjadi pendampingnya kecuali Rasulullah Shallahu’alaihi wa Sallam.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 4/495 pada surat At-Tahrim, Tafsir Al-Qurthubi:18/170, Fathul Qadir:4/231).
Hisyam ibn Khalid berkata:
“Suami masuk neraka, dan istrinya masuk surga, maka istrinya diwariskan kepada ahli surga sebagaimana istri Fir’aun diwarisi oleh ahli surga”. (al-Tadzkirah:461, Faidhul Qadir hadits no. 7989, ad-Durr al-Mantrus: 6/395, 8/225)

4. Adapun wanita yang meninggal setelah pernikahannya, maka di surga dia akan tetap menjadi istri dari suami yang ditinggal mati dulu.

5. Adapun wanita yang suaminya meninggal, kemudian dia tinggal dan tidak menikah sesudahnya sampai meninggal, maka dia akan menjadi istri suaminya tersebut di surga.

6. Adapun wanita yang suaminya meninggalkan lebih dahulu, kemudian dia menikah lagi setelahnya, maka sesungguhnya dia untuk suaminya yang terakhir, sekalipun isterinya itu banyak. Berdasarkan sabda Nabi Shallahu’alaihi wa Sallam:

“Istri itu untuk suaminya yang terakhir”.(HR. Al-Baihaqi: 7/70, Thabrani, Abu Ya’la dll)
Dan berdasarkan perkataan Hudzaifah Radhliyallahu’anhu kepada istrinya: “Jika engkau berkeinginan menjadi istriku di surga, maka janganlah menikah setelah setelah (kematian) ku, dikarenakan seorang wanita disurga untuk suami-suaminya yang terakhir di dunia, oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta ‘ala mengharamkan istri-istri Nabi untuk menikah setelah beliau, dikarenakan mereka adalah istri-istri beliau di surga”. (Silsilah As-Shahihah, 3/275)
Juga berdasarkan ucapan Ummu Darda’ (Hujaimah Bint Hayy Al-Aushabiyyah) ketika dilamar oleh Mu’awiyah Radhliyallahu’anhu, dia menolak dan berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Istri itu untuk suamimu yang terakhir” maka saya tidak ingin mengganti Abu Darda’ dengan yang lain. Ini adalah hadits shahih, lihat Al-Mathalib Al-Aliyyah: 2/67, Al-Jami’ Al-Shaghir, Tafsir Al-Qurthubi, surat Al-Ahzab:229, Musykilul Atsar: 1/376, Fatawa Al-Ramli: 6/268 dll.

Satu pendapat mengatakan: wanita itu untuk suaminya yang paling baik akhlaknya, yang jika ia diberi kebebasan untuk memilih pasti memilihnya. Pendapat ini didasarkan pada hadist Anas Radhliyallahu’anhu dalam Mu’jam Al-KAbir, bahwa Ummu Habibah menanyakan kepada Rasulullah Shallahu’alaihi wa Sallam tentang wanita yang bersuami lebih dari satu, maka Rasulullah Shallahu’alaihi wa Sallam menjawab: “Ia untuk yang terbaik akhlaknya. Wahai Ummu Habibah baiknya akhlak telah membawa kebaikan dunia dan akhirat”, (Hadist Dha’if, Lihat Ihya’ Ulumuddin: 3/45, Ibnul Qayyim dalam Hadil Arwah: 158 dari Ummu Salamah, Al-Qurthubi dalam Al-Tadzkirah, tahqiq Hamid Ahmad Thahir:460)
Syekh Athiyah Saqr dari Al-Azhar memandang bahwa ini adalah termasuk perkara ghaib yang seharusnya dikembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta ‘ala dan tidak bisa kita pastikan kecuali dengan khabar yang qath’I (pasti). Menurutnya pendapat yang lebih mirip dengan kenikmatan surga yang agung adalah pendapat yang kedua, yaitu untuk suaminya yang terbaik. Wallahu a’lam. (Fatawa Al-Azhar:10/28)

Selain itu ada pendapat ketiga yang mengatakan bahwa wanita yang pernah bersuami lebih dari satu, yang suaminya masing-masing meninggal dunia sebelumnya maka jika semuanya masuk surga dia disuruh memilih salah satu di antara para suaminya itu, namun pendapat ini tidak menyertakan dalil.

Kemudian, mungkin ada yang berkata: “Sesungguhnya telah diriwayatkan di dalam do’a jenazah kita berdo’a:
“Dan gantilah dia dengan suami yang lebih baik dari suaminya.” Maka jika dia telah menikah, bagaimana kita berdo’a untuknya dengan do’a ini, sementara kita tahu bahwa suaminya di dunia adalah suaminya disurga, maka jika dia belum menikah, dimanakah suaminya?

Jawabannya adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Ibn Utsaimin Rahimahullah : “Jika dia belum menikah, maka maknanya adalah lebih baik dari suaminya yang diperkirakan untuknya seandainya dia tidak mati (Kemudian menikah). Adapun jika dia telah menikah maka makna “lebih baik dari suaminya” adalah lebih baik darinya dalam masalah sifat-sifat yang ada di dunia, dikarenakan pergantian ada kalanya dengan pergantian zatnya sebagaimana seandainya engkau menjual kambing dengan onta misalnya, dan adakalanya dengan penggantian sifat sebagaimana senadainya engkau berkata: “Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta ‘ala mengganti kekufuran orang ini dengan keimanan.” Sebagaimana pula firman Allah Subhanahu wa Ta ‘ala yang artinya:

“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit”. (QS. Ibrahim: 48)
Bumi yang dimaksud adalah bumi, akan tetapi dihamparkan (diratakan) sedang langit adalah langit akan tetapi dia telah terbelah.”

Pertanyaan yang berulang
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta ‘ala menyebutkan hal-hal mempesona yang ada di dalam surga, berupa berbagai macam makanan, pemandangan yang indah, tempat tinggal, dan pakaian, maka sesungguhnya semua itu bersifat umum untuk dua jenis (laki-laki dan perempuan), semuanya menikmatinya sebagimana telah disebutkan. Sisanya bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta ‘ala telah mempesonakan kaum laki-laki dan membuat mereka rindu terhadap surga dengan menyebutkan para bidadari dan wanita-wanita jelita yang ada didalamnya, dan tidak pernah disebutkan yang semisal ini untuk kaum wanita. Maka kadang-kadang kaum wanita bertanya-tanya tentang sebab hal tersebut!

Jawabannya adalah:
Pertama: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta ‘ala “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al-Anbiya’:23), akan tetapi tidak menjadi masalah kita mengambil faidah dari hikmah tindakan ini dari nash-nash syar’I dan kaidah pokok Islam, maka saya katakan:
Kedua: Sesungguhnya termasuk tabiat wanita adalah malu –sebagaimana sudah diketahui- oleh karena itulah Allah Azza wa Jalla tidak mengiming-iming mereka dengan apa yang merasa malu terhadapnya.
Ketiga: Sesungguhnya kerinduan seorang wanita terhadap laki-laki tidak seperti kerinduan laki-laki terhadap wanita –sebagaimana yang telah dimaklumi bersama- oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta ‘ala membuat kaum laki-laki merindukan surga dengan menyebutkan wanita-wanita penghuni surga, sebagai pembesar sabda beliau Shallahu’alaihi wa Sallam :

“Tidakkah aku tinggalkan sebuah fitnah setelahku yang lebih berbahaya terhadap kaum laki-laki melebihi fitnahnya kaum wanita”.(HR. Al-Bukhari, 16/41)

Adapun kaum wanita, maka kerinduan mereka kepada perhiasan yang berupa pakaian dan perhiasan mengalahkan kaum laki-laki, dikarenakan perhiasan merupakan barang wanita diciptakan untuk mencintainya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta ‘ala yang artinya:

“Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan.” (QS. Az-Zukhruf:18)

Keempat: Syaikh ibn ‘Utsaimin Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta ‘ala menyebut para istri untuk para suami dikarenakan suamilah yang mencari, dan dialah yang berkeinginan terhadap wanita. Oleh karena itulah istri-istri di surga, dan mendiamkan penyebutan suami-suami untuk kaum wanita. Akan tetapi yang demikian tidak menunjukkan bahwa tidak ada suami bagi mereka, bahkan bagi mereka adalah suami dari anak cucu adam.
Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih sabda Nabi Shallahu’alaihi wa Sallam:
“Sesungguhnya aku telah melihat kalian sebagai penghuni neraka yang terbanyak…” (HR. Al-Bukhari, 2/3)
Dan di dalam hadist lain:
“Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah kaum wanita.” (HR. Muslim 13/282)
Intinya, agar kaum wanita berusaha keras untuk tidak menjadi penghuni neraka.

Jika seorang wanita masuk ke dalam surga maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta ‘ala akan mengembalikan masa muda dan keperawanannya, berdasarkan sabda Nabi Shallahu’alaihi wa Sallam :
“Sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh orang-orang tua…sesungguhya Allah Subhanahu wa Ta ‘ala jika memasukkan mereka (kaum wanita) ke dalam surga, maka Dia akan merubah mereka menjadi gadis-gadis perawan”. (HR. Thabrani 12/281)

Telah diriwayatkan pada sebagian atsar bahwa kaum wanita dunia akan menjadi jauh lebih jelita berlipat-lipat dibandingkan kejelitaan bidadari karena ibadah mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta ‘ala.

Setelah itu semua, maka surga tersebut telah dihias-hiasi untuk kalian wahai sekalian kaum wanita sebagaimana surga juga dihias untuk kaum laki-laki.
“Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan yang berkuasa.”
(QS. Al-Qamar: 55)
Maka ingatlah kepada Allah, gunakanlah segenap kesempatan, dikarenakan umur sebentar lagi akan berakhir, dan setelah itu yang ada hanyalah kekekalan. Maka hendaklah kekekalanmu nerada di dalam surga InsyaAllah. Dan ketahuilah bahwa mahar surga adalah iman dan amal shalih, bukan angan-angan kosong disertai berlebih-lebihan. Ingat sabda Nabi Shallahu’alaihi wa Sallam :

“Jika seseorang wanita shalat lima waktu, puasa di bulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan taat kepada suaminya, maka akan dikatakan kepadanya:”Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu surga mana saja yang kamu kehendaki”. (HR. Ahmad dalam Musnadnya (1573), hadist hasan lighairihi, Shahihut Targhib wat tarhib (1932))

Berhati-hatilah –dengan segenap kewaspadaan- terhadap para penyeru fitnah dan perusak kaum wanita dari golongan orang-orang yang berkeinginan untuk merusak, meghinakan dan memalingkan kalian dari kemuliaan dan kenikmatan surgawi. Janganlah sekali-kali tertipu dengan bujukan, rayuan serta mulut manis orang-orang yang mengajak kepada kebebasan dan kesetaraan gender. Sesungguhnya para pejabat, pemikir, penulis, penyiar, dan artis –baik laki-laki maupun perempuan- yang mengajak wanita membuka aurat, berbaur dengan lawan jenis secara bebas dengan alasan kemajuan, kebebasan, dan kesetaraan adalah orang-orang yang berperilaku seperti perilaku orang-orang kafir sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta ‘ala yang artinya:
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)”. (QS. An-Nisa’:89)

Kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta ‘ala agar nmemberi taufik kepada segenap kaum wanita muslimah untuk mendapatkan keberuntungan dengan surga yang penuh dengan kenikmatan, dan agar menjadikan mereka sebagai wanita-wanita yang diberi hidayah serta yang memberikan hidayah, dan agar memalingkan dari mereka syetan-syetan manusia dari para penyeru pengrusakan kaum wanita baik laki-laki maupun perempuan. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta ‘ala senantiasa memberikan shalawat dan salam kepada nabi Shallahu’alaihi wa Sallam kita Muhammad, kepada keluarga beliau dan para sahabat beliau Radhliyallahu’anhum.

Majalah Qiblati edisi 07 tahun II hal 72

Sabtu, 22 Mei 2010

Kedudukan Wanita dalam Islâm

Oleh: Buletin Al-Ilmu

Wanita di Masa Jahiliyah

Wanita di masa jahiliyah (sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) pada umumnya tertindas dan terkungkung khususnya di lingkungan bangsa Arab, tetapi tidak menutup kemungkinan fenomena ini menimpa di seluruh belahan dunia. Bentuk penindasan ini di mulia sejak kelahiran sang bayi, aib besar bagi sang ayah bila memiliki anak perempuan. Sebagian mereka tega menguburnya hidup-hidup dan ada yang membiarkan hidup tetapi dalam keadaan rendah dan hina bahkan dijadikan sebagai harta warisan dan bukan termasuk ahli waris. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Dan apabila seorang dari mereka diberi khabar dengan kelahiran anak perempuan, merah padamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah. Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An Nahl: 58-59)

Islam Menjunjung Martabat Wanita

Dienul Islam sebagai rahmatal lil’alamin, menghapus seluruh bentuk kezhaliman-kezhaliman yang menimpa kaum wanita dan mengangkat derajatnya sebagai martabat manusiawi. Timbangan kemulian dan ketinggian martabat di sisi Allah subhanahu wata’ala adalah takwa, sebagaiman yang terkandung dalam Q.S Al Hujurat: 33). Lebih dari itu Allah subhanahu wata’ala menegaskan dalam firman-Nya yang lain (artinya):

“Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl: 97)

Ambisi Musuh-Musuh Islam untuk Merampas Kehormatan Wanita

Dalih emansipasi atau kesamarataan posisi dan tanggung jawab antara pria dan wanita telah semarak di panggung modernisasi dewasa ini. Sebagai peluang dan jembatan emas buat musuh-musuh Islam dari kaum feminis dan aktivis perempuan anti Islam untuk menyebarkan opini-opini sesat. “Pemberdayaan perempuan”, “kesetaraan gender”, “kungkungan budaya patriarkhi” adalah sebagai propaganda yang tiada henti dijejalkan di benak-benak wanita Islam. Dikesankan wanita-wanita muslimah yang menjaga kehormatannya dan kesuciannya dengan tinggal di rumah adalah wanita-wanita pengangguran dan terbelakang. Menutup aurat dengan jilbab atau kerudung atau menegakkan hijab (pembatas) kepada yang bukan mahramnya, direklamekan sebagai tindakan jumud (kaku) dan penghambat kemajuan budaya. Sehingga teropinikan wanita muslimah itu tak lebih dari sekedar calon ibu rumah tangga yang tahunya hanya dapur, sumur, dan kasur. Oleh karena itu agar wanita bisa maju, harus direposisi ke ruang rubrik yang seluas-luasnya untuk bebas berkarya, berkomunikasi dan berinteraksi dengan cara apapun seperti halnya kaum lelaki di masa moderen dewasa ini.

Ketahuilah wahai muslimah! Suara-suara sumbang yang penuh kamuflase dari musuh-musuh Allah subhanahu wata’ala itu merupakan kepanjangan lidah dari syaithan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaithan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapak kalian dari jannah, ia menanggalkan dari kedua pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.” (Al A’raf: 27)

Peran Wanita dalam Rumah Tangga

Telah termaktub dalam Al Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia yang datang dari Rabbull Alamin Allah Yang Maha Memilki Hikmah:

“Dan tetaplah kalian (kaum wanita) tinggal di rumah-rumah kalian.” (Al Ahzab: 33)

Maha benar Allah subhanahu wata’ala dalam segala firman-Nya, posisi wanita sebagai sang istri atau ibu rumah tangga memilki arti yang sangat urgen, bahkan dia merupakan salah satu tiang penegak kehidupan keluarga dan termasuk pemeran utama dalam mencetak “tokoh-tokoh besar”. Sehingga tepat sekali ungkapan: “Dibalik setipa orang besar ada seorang wanita yang mengasuh dan mendidiknya.”

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkta: “Perbaikan masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara:

Pertama: perbaikan secara dhahir, di pasar-pasar, di masjid-masjid dan selainnya dari perkara-perkara dhahir. Ini didominasi oleh lelaki karena merekalah yang bisa tampil di depan umum.

Kedua: perbaikan masyarakat dilakukan yang di rumah-rumah, secara umum hal ini merupakan tanggung jawab kaum wanita. Karena merekalah yang sangat berperan sebagai pengatur dalam rumahnya. Sebagaiman Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Tetaplah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj (berpenampilan) sebagaimana penampilannya orang-orang jahiliyah yang pertama. Tegakkanlah shalat, tunaikan zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah hanyalah berkehendak untuk menghilangkan dosa-dosa kalian wahai Ahlul bait dan mensucikan kalian dengan sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33)

Kami yakin setelah ini, tidaklah salah bila kami katakan perbaikan setengah masyarakat itu atau bahkan mayoritas tergantung kepada wanita dikarenakan dua sebab:

1. Kaum wanita jumlahnya sama dengan kaum laki-laki bahkan lebih banyak, yakni keturunan Adam mayoritasnya wanita sebagamana hal ini ditunjukkan oleh As Sunnah An Nabawiyah. Akan tetapi hal itu tentunya berbeda antara satu negeri dengan negeri lain, satu jaman dengan jaman lain. Terkadang di suatu negeri jumlah kaum wanita lebih dominan dari pada jumlah lelaki atau sebaliknya… Apapun keadaannya wanita memiliki peran yang sangat besar dalam memperbaiki masyarakat.

2. Tumbuh dan berkembangnya satu generasi pada awalnya berada dibawah asuhan wanita. Atas dasar ini sangat jelaslah bahwa tentang kewajiban wanita dalam memperbaiki masyarakat. (Daurul Mar’ah Fi Ishlahil Mujtama’)

Pekerjaan Wanita di dalam Rumah

Beberapa pekerjaan wanita yang bisa dilakukan di dalam rumah:

1. Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Tinggalnya ia di dalam rumah merupakan alternatif terbaik karena memang itu perintah dari Allah subhanahu wata’ala dan dapat beribadah dengan tenang. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Tetaplah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyah yang pertama. Tegakkanlah shalat, tunaikan zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Al Ahzab: 33)

2. Wanita berperan memberikan sakan (ketenangan/keharmonisan) bagi suami. Namun tidak akan terwujud kecuali ia melakukan beberapa hal berikut ini:

- Taat sempurna kepada suaminya dalam perkara yang bukan maksiat bahkan lebih utama daripada melakukan ibadah-ibdah sunnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak boleh seorang wanita puasa (sunnah) sementara suaminya ada di tempat kecuali setelah mendapat izin suaminya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini menunjukkan lebih ditekankan kepada istri untuk memenuhi hak suami daripada mengerjakan kebajikan yang hukumnya sunnah. Karena hak suami itu wajib sementara menunaikan kewajiban lebih didahulukan daripada menunaikan perkara yang sunnah.’ (Fathul Bari 9/356)

- Menjaga rahasia suami dan kehormatannya dan juga menjaga kehormatan ia sendiri disaat suaminya tidak ada di tempat. Sehingga menumbuhkan kepercayaan suami secara penuh terhadapnya.

- Menjaga harta suami. Rasulullah bersabda:

خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ : أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ، وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ

“Sebaik-baik wanita penunggang unta, adalah wanita yang baik dari kalangan quraisy yang penuh kasih sayang terhadap anaknya dan sangat menjaga apa yang dimiliki oleh suami.” (Muttafaqun ‘alaihi)

- Mengatur kondisi rumah tangga yang rapi, bersih dan sehat sehingga tampak menyejukkan pandangan dan membuat betah penghuni rumah.

3. Mendidik anak yang merupakan salah satu tugas yang termulia untuk mempersiapkan sebuah generasi yang handal dan diridhai oleh Allah subhanahu wata’ala.

Adab Keluar Rumah

Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Mengetahui tentang maslahat (kebaikan) hambanya di dunia maupun diakhirat yaitu kewajiban wanita untuk tetap tinggal di rumah. Namun bila ada kepentingan, diperbolehkan baginya keluar rumah untuk memenuhi kebutuhannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قَدْ أَذِنَ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ

“Allah telah mengijinkan kalian untuk keluar rumah guna menunaikan hajat kalian.” (Muttafaqun ‘alahi)

Namun juga ingat petuah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lainnya:

“Wanita itu adalah aurat maka bila ia keluar rumah syaithan menyambutnya.” (HR. At Tirmidzi, shahih lihat Al Irwa’ no. 273 dan Shahihul Musnad 2/36)

Sehingga wajib baginya ketika hendak keluar harus memperhatikan adab yang telah disyariatkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu:

a. Memakai jilbab yang syar’i sebagaimana dalam surat Al Ahzab: 59.
b. Atas izin dari suaminya, bila ia sudah menikah.
c. Tidak boleh bersafar kecuali dengan mahramnya. (HR. Muslim no. 1341)
d. Menundukkan pandangan. (An Nur: 31)
e. Berbicara dengan wajar tanpa mendayu-dayu (melembut-lembutkan). (Al Ahzab: 32)
f. Tidak boleh melenggak lenggok ketika berjalan.
g. Hindari memakai wewangian. (Al Jami’ush Shahih: 4/311)
h. Tidak boleh menghentakkan kaki ketika berjalan agar diketahui perhiasannya. (An Nur: 31)
i. Tidak boleh ikhtilath (campur baur) antara lawan jenis. (Lihat Shahih Al Bukhari no. 870)
j. Tidak boleh khalwat (menyepi dengan pria lain yang bukan mahram) (Lihat Shahih Muslim 2/978).

Hukum Wanita Kerja di Luar Rumah

Allah menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Kaum pria di berikan kelebihan oleh Allah subhanahu wata’ala baik fisik maupun mental atas kaum wanita sehingga pantas kaum pria sebagai pemimpin atas kaum wanita. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Kaum lelaki itu adalah sebagai pemimpin (pelindung) bagi kaum wanita.” (An Nisa’: 35)

Sehingga secara asal nafkah bagi keluarga itu tanggug jawab kaum lelaki. Asy syaikh Ibnu Baaz berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya, hingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya, mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya berarti ia menyia-nyiakan rumah berikut penghuninya. Hal tersebut berdampak terpecahnya keluarga baik hakiki maupun maknawi. (Khatharu Musyarakatil Mar’ah lir Rijal fil Maidanil amal, hal. 5)

Bila kaum wanita tidak ada lagi yang mencukupi dan mencarikan nafkah, boleh baginya keluar rumah untuk bekerja, tentunya ia harus memperhatikan adab-adab keluar rumah sehingga tetap terjaga iffah (kemulian dan kesucian) harga dirinya.

Wanita adalah Sumber Segala Fitnah

Bila wanita sudah keluar batas dari kodratnya karena melanggar hukum-hukum Allah subhanahu wata’ala. Keluar dari rumah bertamengkan slogan bekerja, belajar, dan berkarya. Meski mengharuskan terjadinya khalwat (campur baur dengan laki-laki tanpa hijab), membuka auratnya (tanpa berjilbab), tabarruj (berpenampilan ala jahiliyah), dan mengharuskan komunikasi antar pria dan wanita dengan sebebas-bebasnya. Itulah pertanda api fitnah telah menyala.

Bila fitnah wanita telah menyala, ia merupakan inti dari tersebarnya segala fitnah-fitnah yang lainnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia untuk condong kepada syahwat, yaitu wanita-wanita, anak-anak dan harta yang banyak … .” (Ali Imran: 14).

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Sesunggunya fitnah wanita merupakan fitnah yang terbesar dari selainnya …, karena Allah menjadikan para wanita itu sebagai sumber segala syahwat. Dan Allah meletakkan para wanita (dalam bagian syahwat) pada point pertama (dalam ayat di atas) sebelum yang lainnya, mengisyaratkan bahwa asal dari segala syahwat adalah wanita.” (Nashihati Linnisaa’i: 114)

Bila fitnah wanita itu telah menjalar, maka tiada yang bisa membendung arus kebobrokan dan kerusakan moral manusia. Fenomena negara barat atau negara-negara lainnya yang menyuarakan emansipasi wanita, sebagai bukti kongkrit hasil dari perjuangan mereka yaitu pornoaksi dan pornografi bukan hal yang tabu bahkan malah membudaya, foto-foto telanjang dan menggoda lebih menarik daya beli dan mendongkrak pangsa pasar. Tak lebih harga diri wanita itu seperti budak pemuas syahwat lelaki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضْرَةٌ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَ اتَّقُوا النِّسَاءَ فَإنَّ أَوَّلِ فِتْنَةِ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

“Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau dan Allah subhanahu wata’ala menjadikan kalian berketurunan di atasnya. Allah melihat apa yang kalian perbuat. Takutlah kepada (fitnah) dunia dan takutlah kepada (fitnah) wanita, karena sesungguhnya awal fitnah yang menimpa Bani Isra’il dari wanitanya.” (HR. Muslim)

Setelah mengetahui hak dan tanggung jawab wanita sedemikian rupa, rapi dan serasi yang diatur oleh Islam, apakah bisa dikatakan sebagai wanita pengangguran atau kuno? sebaliknya, silahkan lihat kenyataan kini dari para wanita karier dibalik label emansipasi atau slogan “Mari maju menyambut modernisasi?” Renungkanlah wahai kaum wanita, bagaimana kedaan suami dan anak-anak kalian setelah kalian tinggalkan tanggung jawab sebagai istri penyejuk hati suami dan penyayang anak-anak?!!!!

Hadits-Hadits Dho’if (Lemah) atau Palsu yang Tersebar di Kalangan Ummat

اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَ لَوْ بِالصِّيْنِ

“Tuntutlah Ilmu walau sampai ke negeri Cina.”

Keterangan:

Hadits ini adalah bathil, diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy, Abu Nu’aim, Al Khotib, Al Baihaqi, dan selain mereka. Hadits ini dikritik oleh para ulama seperti Al Imam Al Bukhori, Ahmad, An Nasa’i, Abu Hatim, Ibnu Hibban, Al Khotib, dan selain dari mereka. Karena didalam perawi-perawi hadits ini lemah (dho’if). (Lihat Adh Dhoi’fah No.416)

(Sumber: http://www.assalafy.org/al-ilmu.php?tahun3=8

Minggu, 02 Mei 2010

AA Gym: Bersandar Hanya Kepada Allah

Ditulis oleh anurachman di/pada Mei 14, 2009

Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah. Dengan meyakini bahwa memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya; mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.

Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, “Faalhamaha fujuraha wataqwaaha”, “Dan sudah diilhamkan di hati manusia untuk memilih mana kebaikan dan mana keburukan”. Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan, kita tinggal memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk dan terpuruk, kecuali dirinyalah yang memilih menjadi buruk, naudzubillah.

Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Sebab, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan terguling, akan terjatuh. Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yang panik dalam kehidupan ini karena dia bersandar kepada kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandaran-sandaran yang lainnya.

Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah (mengatakan ‘sangat mudah’ juga ini terlalu kurang etis), atau akan ‘sangat mudah sekali’ bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian,kita tidak pernah akan panik, Insya Allah.

Jabatan diambil, tak masalah, karena jaminan dari Allah tidak tergantung jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh dari kearifan.

Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, ‘ya silahkan … Buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada Allah, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan Allah?’ Tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan Allah karena kita dapat mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah SWT. Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi penyakit seharga 16 juta, sudah tekor itu.

Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan kita. Demi Allah, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya Allah saja. Punya bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi Allah untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa melakukan apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.

Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan muntaber. Atau Allah mengirimkan nyamuk Aides Aigepty betina, lalu menggigitnya sehingga terjangkit demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri.

Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita. Cukup dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.

Semakin kita bergantung pada sesuatu, semakin diperbudak. Oleh karena itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi rizki, suami hanya salah satu jalan rizki dari Allah, suami setiap saat bisa tidak berdaya. Suami pergi ke kanotr, maka hendaknya istri menitipkannya kepada Allah.

“Wahai Allah, Engkaulah penguasa suami saya. Titip matanya agar terkendali, titip hartanya andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa ikhtiar di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan keadaan jatah rizkinya yang barokah, tapi kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan ya Allah, karena Engkaulah yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal shaleh.”

Insya Allah suami pergi bekerja di back up oleh do’a sang istri, subhanallah. Sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya kepada Allah. Yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang sedikit pun ; Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada Allah, maka bakal dicukupi segala kebutuhannya. Allah Maha Pencemburu pada hambanya yang bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung pada benda-benda mati. Mana mungkin? Sedangkan setiap makhluk ada dalam kekuasaan Allah.

Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak kecewa. Sebab yang kita gantungi, “Lahaula wala quwata illa billaah” (tiada daya dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendak Allah). Maka, sudah seharusnya hanya kepada Allah sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain, Insya Allah.

Memilih Pengasuh Anak

Ditulis oleh anurachman di/pada Mei 11, 2009

Mengasuh dan membesarkan anak merupakan sebuah pekerjaan yang menyenangkan sekaligus menantang. Hal ini karena banyaknya suka duka yang akan kita temui saat mengasuh anak kita. Mulai dari hal-hal yang lucu dan menggemaskan, hingga hal-hal yang kadang membuat kita mengurut dada.

Bagi ibu rumah tangga biasa, mengasuh anak tentunya sudah merupakan aktivitas sehari-hari. Namun lain halnya dengan orang tua yang bekerja. Seorang ibu yang ikut bekerja mencari nafkah tidak akan memiliki banyak waktu untuk mengasuh anaknya dengan maksimal. Karena itu, biasanya ara wanita karir akan mempercayakan pengasuhan anaknya pada orang lain, entah itu kerabat maupun orang yang “luar” yang dipercayainya.

Mencari pengasuh buat anak sebenarnya hal yang susah-susah gampang. Terlebih lagi jika kita belum mengenal baik dengan calon pengasuh tersebut. Meskipun saat ini banyak yayasan yang menyediakan tenaga pengasuh, namun banyak faktor yang menjadi perhitungan para orang tua dalam memilih pengasuh untuk anaknya.

Beberapa pilihan berikut dapat dijadikan pengasuh untuk anak kita. Tentunya dalam memilih, kita harus mempertimbangkan banyak hal. Orang-orang yang apat dijadikan pengasuh untuk anak kita, diluar kerabat/saudara, diantaranya adalah:

Pembantu rumah tangga

Pembantu rumah tangga (PRT) merupakan pilihan favorit para ibu karena uang yang dikeluarkan untuk mempekerjakan PRT relatif lebih murah dibanding pilihan lain. Hanya saja kemampuan seorang PRT biasanya terbatas, sesuai pendidikan mereka yang rata-rata lulusan SD atau SMP.

Babysitter

Biasanya keterampilan babysitter mengasuh anak di atas kemampuan PRT, karena babysitter seharusnya sudah mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Hanya saja, kenyataannya tidaklah selalu demikian. Untuk menghindari ini, sebaiknya pilihlah yayasan penyalur babysitter yang baik sesuai rekomendasi orang yang dapat dipercaya.

Nanny

Nanny dapat diterjemahkan sebagai perawat anak yang punya pendidikan dan pelatihan khusus dalam standar tertentu. Ia tidak hanya mampu menjaga anak, namun juga mengajak anak bermain atau belajar sesuai tingkat pendidikan si kecil. Memang syarat sebagai nanny minimal lulus SMA. Namun biaya yang dikeluarkan untuk menyewa nanny relatif lebih mahal dari dua alternatif sebelumnya.

Governess

Governess memiliki kemampuan di atas nanny. Ia dapat diharapkan menjadi guru privat bagi si kecil selama 24 jam sehari, karena syarat seorang governess adalah menguasai pendidikan dasar, termasuk pendidikan sopan santun dan etika. Tentu saja menggunakan jasa governess perlu biaya sangat tinggi sesuai keterampilan, pikiran dan tenaga yang diberikan.

Dalam memilih pengasuh untuk anak kita, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan. Yang perlu diperhatikan adalah pentingnya mencari referensi dari teman atau saudara yang merasa puas terhadap kinerja pengasuh anak dari suatu yayasan tertentu, jika kita berniat mengambil pengasuh dari sebuah yayasan.

Kita juga harus memperhatikan kontrak kerja dengan sang pengasuh. Ajukan klausal tambahan jika kita kurang sesuai dengan kontrak kerja yang ditawarkan. Cobalah menjalin hubungan dengan calon pengasuh sebelum memutuskan menggunakan jasanya. Minimal, cobalah ‘mengorek’ pribadinya melalui wawancara.

Jika perlu, perhatikan bagaimana calon pengasuh berinteraksi dengan si kecil. Bagaimana reaksi anak terhadap calon pengasuhnya. Apakah ia terlihat senang atau takut? Siapa pun yang kita pilih menjadi pengasuh si kecil, hal yang paling utama adalah penerimaan anak terhadap calon pengasuh tersebut. Selain itu, sikap pengasuh tersebut kepada si buah hati juga perlu dijadikan ukuran.

Istri Sholehah

Ditulis oleh anurachman di/pada April 30, 2009

“Orang mukmin merindukan
Anak-anak yang sholeh
Istri-istri yang sholehah
Keluarga bahagia……”

Masih ingat dengan sepenggal bait dari sebuah nasyid yang dinyanyikan oleh kelompok nasyid Hijaz, yang berjudul “Rindu” tesebut? Kita sebagai umat mukmin, tentunya juga merasakan apa yang dirindukan oleh Hijaz, salah satunya adalah istri yang sholehah. Istri yang sholehah akan membuat kehidupan keluarga menjadi lebih indah, meskipun serba kekurangan dari segi materi….

Setiap muslimah tentunya ingin sekali menjadi istri yang sholehah. Seorang istri yang sangat diinginkan oleh banyak muslim di dunia. Namun bagaimana dan seperti apa istri yang sholehah itu? Kadang seorang istri mengklaim sebagai istri yang sholehah, tanpa mengetahui, seperti apa istri yang sholehah tersebut.

Istri yang sholehah memiliki beberapa sifat yang terpuji. Cirri-ciri seorang istri yang sholehah diantaranya adalah:

• Al-waluud (beranak-pianak)

Menikah adalah salah satu upaya untuk melanjutkan keturunan. Banyak orang menikah karena ingin memiliki keturunan yang sholeh-sholehah. Istri yang sholehah salah satu tandanya adalah mampu memberikan keturunan (dengan kehendak Allah), sehingga dapat memberikan kebahagiaan dalam keluarganya.

Rasulullah Muhammad saw sendiri menyarankan kita untuk mencari istri yang mampu memberikan banyak keturunan, karena Rasulullah saw membanggakan umatnya dari umat lain karena kuantitasnya. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah Muhammad saw:

“Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan: ‘Aku mendapatkan seorang wanita (dalam satu riwayat lain (disebutkan), ‘memiliki kedudukan dan kecantikan’), tetapi ia tidak dapat melahirkan anak (mandul); apakah aku boleh menikahinya?’ Beliau menjawab: ‘Tidak.’ Kemudian dia datang kepada beliau untuk kedua kalinya, tapi beliau melarangnya. Kemudian dia datang kepada beliau untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda: ‘Nikahilah wanita yang berbelas kasih lagi banyak anak, karena aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat yang lain.’”

Memilih wanita yang subur dapat dilihat dari silsilah keluarganya. Meskipun demikian, jika Allah belum berkenan memberikan momongan, janganlah berkecil hati. Tetaplah sabar dan selalu berdoa kepada Allah SWT.

• Al-waduud (Besar cinta pada suami)

Seorang istri yang sholehah memiliki cinta yang besar kepada suami dan keluarganya. Besar cinta seorang (calon) istri dapat dilihat dari besar kecilnya mahar yang diminta. Semakin kecil mahar yang diminta kepada (calon) suaminya, maka semakin besar pula cinta istri tersebut kepada suaminya.

• Sittiroh (pendiam)

Istri adalah tempat suami mencurahkan segalanya, baik itu kasih saying maupun keluh kesah, bahkan rahasianya. Seorang istri yang sholehah akan mampu untuk menjaga rahasia dari sumainya. Istri yang sholehah akan mampu menjaga kehormatan suami dan keluarganya. Ia tidak akan menyebarkan dan membuka aib keluarganya.

Seorang istri yang sholehah juga akan menghindari pembicaraan yang tidak perlu. Ia akan menjauhi majelis ghibah, dan lebih banyak menghadiri majlis-majlis keagamaan (dengan seijin suami tentunya).

• Al-azizah fii ahliha (tabah dan ikhlas menghadapi cobaan)

Tidak selamanya rumah tangga yang kita bina akan berjalan di jalan yang rata. Suatu kali tentunya ada sandungan-sandungan yang akan menimpa keluarga kita. Seorang istri yang sholehah akan dapat menghadapi cobaan dalam rumah tangga dengan sabar dan tabah, serta tawakal keapda Allah SWT. Ia akan ikhlas dalam menghadapi apa pun bentuk cobaan yang diberikan oleh Allah kepada keluarganya.

• Adzalilah ma’a ba’liha (patuh pada suami)

Rasulullah Muhammad saw bersabda: “Andaikan aku diperbolehkan memerintahkan seorang manusia sujud terhadap manusia lain, maka aku akan perintahkan seorang istri sujud kepada suaminya, karena begitu besar haknya kepadanya”. (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majjah, dan Ibnu Hibban).

Ketaatan seorang istri setelah taatnya kepada Allah dan Rasul, adalah kepada suaminya. Begitu banyak kisah-kisah akan ketaatan seorang istri kepada suaminya, yang dapat kita temui dalam sejarah. Salah satu kisah patuh dan taatnya seorang istri kepada suaminya, sehingga Allah menyediakan surge atasnya (Insya Allah) terdapat dalam kisah berikut:

“pada suatu hari, karena amarahnya, seorang suami melarang istrinya untuk keluar rumah sampai ia kembali. Setelah suami tersebut pergi, datanglah saudara dari si istri yang mengabarkan bahwa ayah si istri sakit. Istri tersebut sedih, namun ia mengatakan bahwa suaminya melarangnya keluar rumah, sampai sang suami tersebut kembali. Ia meminta saudaranya mendatangi Rasulullah saw untuk meminta nasehat beliau atas hal yang menimpanya. Kepada saudaranya, Rasulullah saw beerpesan agar ia mematuhi suaminya.

Hari berikutnya, saudara tersebut datang lagi untuk mengabarkan bahwa sakit ayahnya bertambah parah, dan ayahnya ingin berjumpa dengannya. Namun lagi-lagi istri tersebut mengatakan hal yang sama, sebab suaminya belum kembali.

Keesokan harinya, saudara istri tersebut mengabarkan bahwa ayahnya telah meninggal, dan akan segera dimakamkan. Pemakaman menunggu kedatangan istri sholehah tersebut. Namun wanita ini mengatakan agar jenazah ayahnya segera diurus sebagaimana mestinya, karena suaminya belum pulang dan karenanya ia tidak bias hadir.

Saat suaminya pulang, ia menyambut kedatangan suaminya dengan suka cita. Ia menyediakan jamuan kepada suaminya. Setelah suaminya beristirahat, ia mengabarkan kepada suaminya bahwa ayahnya sudah meninggal. Ia juga menyatakan bahwa ia tidak dapat menghadiri pemakaman ayahnya, karena patuh akan perintah suaminya untuk tidak keluar rumah sampai ia kembali.”

Tindakan dari istri sholehah tersebut dibenarkan oleh Rasulullah Muhammad saw.

• Mutabarriyah (berhias)

Berhias disini bukanlah berhias untuk keluar rumah atau bepergian. Berhias yang dimaksud adalah berhias untuk suaminya. Hal ini dilakukan untuk menggembirakan hati suaminya. Janganlah berhias untuk keluar rumah, sementara saat dirumah tampil “berantakan”. Ingatlah akan pesan Rasulullah saw: “apabila dipandang menyenangkan”.

• Al-hashonu (membentengi diri)

Seorang istri harus dapat membentengi diri dalam bergaul dengan orang lain. Ia dapat menempatkan diri bagaimana bergaul dengan orang lain di lingkungan sekitarnya, tanpa menimbulkan fitnah.

Alangkah bahagianya jika seorang suami mendapatkan istri sholehah dengan sifat-sifat tersebut. Dapat dipastikan bahwa keluarga tersebut akan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, insya Allah.

Robbana hablana min azwaajina wadzuriyatinaa quraata a’yun waj ‘alna lil muttaqiina imamaa………

Amin ya robbal ‘alamin……..

Ketika Sang Bayi Tak Juga Didapati

Ditulis oleh anurachman di/pada Juli 6, 2009

Sudah menjadi satu rahasia umum bahwa memiliki seorang anak merupakan salah satu gambaran kesempurnaan dari sebuah pernikahan. Meskipun hal tersebut bukan merupakan satu takaran mutlak dalam kehidupan berumah tangga, namun demikianlah kenyataan yang dialami oleh sebagian besar pasangan suami istri.

Berat memang, menerima kenyataan bahwa pernikahan yang telah dijalani selama bertahun-tahun belum juga dapat membuahkan keturunan. Kerinduan akan hadirnya seorang bayi mungil pun akhirnya menjadi siksaan yang banyak menyelimuti pasangan suami istri. Dan tidak dapat dipungkiri, omongan tetangga, teman, dan saudara pun akhirnya senantiasa terdengar negatif.

Hidup dalam ikatan pernikahan selama bertahun-tahun tanpa kehadiran seorangpun buah hati,buah cinta yang menjadi kebanggan memang tidaklah mudah. Namun demikian, berputus asa dan rendah diri bukanlah satu jalan keluar yang terbaik yang harus ditempuh. Bersedih, mungkin itu satu hal yang wajar. Naumun berputus asa, itu bukanlah jalan keluar. Hadapi kenyataan tersebut dengan lapang dada, karena biar bagaimanapun itulah kenyataan yang memang harus dihadapi. Berikut beberapa hal yang mungkin dapat anda lakukan manakala anda berada dalam posisi tersebut:


Yang Logis Aja

Umunya, pasangan suami istri akan memiliki anak dalam kurun waktu satu tahun pernikahan. Hal ini terjadi pada 85% pasangan suami istri. Untuk itu, manakala belum juga memiliki seorang anak sementara usia pernikahan masih berada di bawah usia satu tahun, hendaknya tidak terlalu cemas. Tetaplah berpikir positif dan logis. Jangan terburu-buru memvonis bahwa sang istri atau suami tidak subur atau mandul.


Jangan Saling Menyalahkan

Untuk memiliki seorang anak bukanlah menjadi harapan seorang suami atau istri saja, melainkan harapan kedua belah pihak. Karena salah satu tujuan dari pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan (anak). Untuk itu, manakala sang anak yang ditunggu-tunggu kehadirannya tidak juga datang, hendaknya tidak saling menyalahkan antara suami dan istri.

Dalam hal ini, istri adalah pihak yang paling banyak disalahkan. Manakala mereka tidak juga mendapatkan seorang anak, suami seketika memvonis bahwa istrinya tidak subur atau mandul. Padahal, belum tentu yang mandul tersebut adalah sang istri, boleh jadi justru suami-lah yang tidak subur atau mandul. Untuk itu,hendaknya dalam hal ini baik suami maupun istri tidak saling menyalahkan satu sama lain sebelum semuanya jelas, karena baik suami maupun istri masih memiliki kemungkinan bermasalah (mandul) yang sama, 50%-50%.

Konsultasikan masalah tersebut kepada dokter ahli, agar dapat diketahui permasalahannya dan kemudian sama-sama mencari jalan keluar yang terbaik.


Cek Kesuburan

Dalam pemeriksaan kesuburan, biasanya hasil untuk suami lebih cepat ketimbang hasil pemeriksaan istri. Pemeriksaan bagi suami adalah berkaitan mengenai jumlah sperma yang dihasilkan, bagaimana gerakan sperma serta kondisi sperma. Sedangkan pemeriksaan kesuburan untuk istri biasanya meliputi masalah apakah ada sel telur yang dihasilkan dan apakah saluran untuk sperma menuju sel telur terbuka. Bagi wanita yang kondisi haidh-nya lancar, kemungkinan besar ia memiliki sel telur yang normal.

Jika hasil pemeriksaan kesuburan menunjukkan bahwa anda dan pasangan normal, bukan berarti anda dan pasangan juga akan memperoleh keturunan dengan segera. Banyak hal lain yang dapat menjadi faktor pengaruh dalam masalah ini.

Sebagai tambahan, hendaknya sang istri tidak terburu-buru untuk membersihkan sperma setelah melakukan hubungan. Coba diamkan dahulu sekitar lima belas menit.

Namun, jika memang dalam pemeriksaan tersebut menunjukkan hasil bahwa anda dan pasangan memang memiliki masalah kesuburan, tidak perlu berputus asa. Teruslah berusaha dan berdoa, itulah satu-satunya jalan terbaik. Yang Maha Kuasa tidak akan berdiam diri terhadap hambanya yang setia mendekat kepada-Nya.

www.sekeluarga.com