Setiap bangsa memiliki falsafahnya sendiri tentang waktu. Bangsa Arab misalnya, mempunyai falsafah “al waqtu kash shoif” (waktu ibarat pedang). Maksudnya, kalau kita pandai menggunakan pedang, maka pedang itu akan menjadi alat yang bermanfaat. Tapi kalau tidak bisa menggunakannya, maka bisa-bisa kita sendiri akan celaka. Begitu juga dengan waktu, kalau kita pandai memanfaatkannya maka kita akan menjadi orang yang sukses. Tapi kalau tidak, maka kita sendiri yang akan tergilas oleh waktu.
Sementara orang barat, mempunyai falsafah: “time is money”, waktu adalah uang. Faham ini sangat materialisme. Kesuksesan, kesenangan, kebahagiaan, kehormatan, semuanya diukur dengan materi. Maka mereka akan merasa rugi jika ada sedikit saja waktu yang berlalu tanpa menghasilkan uang. Uang menjadi tujuan hidupnya.
Waktu menurut Al-Qur’an
Kalau kita simak, banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang diawali dengan menggunakan kata ‘waktu’. Misalnya wadh dhuha (demi waktu dhuha), wal fajri (demi waktu fajar), wal laili (demi waktu malam), dan masih banyak lagi. Dalam ayat-ayat tersebut Allah bersumpah dengan menggunakan kata waktu. Menurut para ahli tafsir, dengan menggunakan kata waktu ketika bersumpah, Allah swt., ingin menegaskan bahwa manusia hendaknya benar-benar memperhatikan waktu, karena sangat penting dan berharga dalam kehidupan manusia.
Dalam surat al-‘Ashr, Allah swt. berfirman: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-‘Ashr: 1-3).
Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa, pada dasarnya semua manusia itu berpotensi menjadi orang yang merugi, baik di dunia maupun di akhirat. Lalu siapakah manusia yang beruntung? Ternyata menurut Al-Qur’an, manusia yang beruntung itu bukanlah yang pangkatnya tinggi atau yang uangnya banyak. Tapi yang beruntung adalah mereka yang beriman, beramal shaleh, dan yang suka menasehati dalam kebenaran dan selalu bersabar.
Waktu adalah ibadah
Merujuk surat Al-‘Ashr tersebut, maka konsep waktu menurut Islam adalah: Iman, beramal shaleh, senantiasa menasehati berbuat kebenaran dan bersikap sabar. Keempat kata kunci, yaitu iman, amal shaleh, kebenaran dan kesabaran, kalau boleh kita rangkum dalam satu kata dapat bermakna ‘ibadah’. Jadi konsep waktu menurut Al-Qur’an bermakna ibadah. Hal ini sejalan dengan tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri, yakni: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”.
Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa, pada dasarnya semua manusia itu berpotensi menjadi orang yang merugi, baik di dunia maupun di akhirat. Lalu siapakah manusia yang beruntung? Ternyata menurut Al-Qur’an, manusia yang beruntung itu bukanlah yang pangkatnya tinggi atau yang uangnya banyak. Tapi yang beruntung adalah mereka yang beriman, beramal shaleh, dan yang suka menasehati dalam kebenaran dan selalu bersabar.
Waktu adalah ibadah
Merujuk surat Al-‘Ashr tersebut, maka konsep waktu menurut Islam adalah: Iman, beramal shaleh, senantiasa menasehati berbuat kebenaran dan bersikap sabar. Keempat kata kunci, yaitu iman, amal shaleh, kebenaran dan kesabaran, kalau boleh kita rangkum dalam satu kata dapat bermakna ‘ibadah’. Jadi konsep waktu menurut Al-Qur’an bermakna ibadah. Hal ini sejalan dengan tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri, yakni: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”.
Yang dimaksud dengan ibadah bukan sekedar shalat, puasa, zakat, ataupun haji saja. Melainkan ibadah dalam pengertian luas, yaitu mencangkup seluruh aspek kehidupan, mulai dari bangun tidur, hingga bangun tidur kembali, semuanya harus diisi dengan ibadah kepada Allah swt. Ini sesuai pula dengan komitmen kita yang selalu diucapkan ketika kita melaksanakan shalat: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semata-mata hanya untuk Allah Ta’ala.”
Menurut para ulama, semua perbuatan baik, apabila dilandasi dengan keimanan, serta diniatkan hanya untuk mencari ridho Allah swt, maka itu akan bernilai ibadah. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ibadah adalah nama yang mencangkup segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi Allah swt, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.”
Maka seorang manusia yang beriman dapat menjadikan pekerjaan dan segala aktifitasnya itu bernilai ibadah apabila didasarkan pada ketentuan-ketentuan syari’at. Dalam hal ini Allah swt. berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nahl: 94)
Jangan Sia-siakan Waktu
Jangan Sia-siakan Waktu
Oleh karena waktu merupakan hal yang sangat penting dan amat berharga dalam kehidupan manusia, maka janganlah kita menyia-nyiakan waktu jika tidak ingin menjadi orang yang merugi. Sebagai orang beriman, hendaknya kita isi waktu dengan senantiasa beribadah kepada Allah. Janganlah membuang-buang waktu, karena sekali waktu berlalu, dia tidak akan pernah kembali lagi.
Ingatlah pesan Nabi Muhammad saw: “Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang musafir atau bahkan seperti seorang pengembara. Apabila engkau telah memasuki waktu sore, janganlah menanti datangnya waktu pagi. Dan apabila engkau telah memasuki waktu pagi, janganlah menanti datangnya waktu sore. Ambillah waktu sehatmu (untuk bekal) waktu sakitmu, dan hidupmu untuk (bekal) matimu.” (H.R. Bukhari).
Hadits tersebut mengingatkan kita agar kita selalu mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan di dunia ini. Seperti halnya seorang pengembara, hendaknya selalu menyiapkan perbekalan.
Selain itu, Hadits ini juga mengingatkan kita agar selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Jangan suka menunda-nunda waktu. Kalau kita ingin berbuat baik, lakukan sesegera mungkin. Jangan menunggu esok hari. Mumpung lagi sehat, berbuat baiklah sebanyak-banyaknya, sebab kalau sudah sakit, kita sulit untuk melakukan sesuatu. Apalagi kalau sudah meninggal, tertutup sudah kesempatan untuk beramal shaleh di dunia.
(sumber: Konsep Waktu Menurut Al-Qur’an, An-Nahl, edisi No. 295/Tahun VI, Shafar 1429 H)
Selain itu, Hadits ini juga mengingatkan kita agar selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Jangan suka menunda-nunda waktu. Kalau kita ingin berbuat baik, lakukan sesegera mungkin. Jangan menunggu esok hari. Mumpung lagi sehat, berbuat baiklah sebanyak-banyaknya, sebab kalau sudah sakit, kita sulit untuk melakukan sesuatu. Apalagi kalau sudah meninggal, tertutup sudah kesempatan untuk beramal shaleh di dunia.
(sumber: Konsep Waktu Menurut Al-Qur’an, An-Nahl, edisi No. 295/Tahun VI, Shafar 1429 H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar