1. Hindarilah sikap kurang puas dan perbanyaklah diam.
Allah berfirman:
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan orang yang menyeru manusia memberikan sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (An Nisa 114)
Ketahuilah wahai ukthi, di setiap saat dan setiap tempat ada yang senantiasa memperhatikan dan mencatat setiap ucapanmu.
“Seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf 17- 18)
Karena itu, wahai ukthi, berbicaralah hanya yang pantas-pantas saja. Ringkaskan ucapanmu, serta cukuplah hingga sesuai dengan maksud pembicaraanmu.
2. Bacalah Al-Qur’an Al-Karim dan buat jadwal harian untuk tadaarus serta usahakan menghafalnya semampumu agar engkau mendapat pahala yang besar di hari kiamat nanti.
Abdullah bin Umar Ra meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berbeda: Kepada yang senang membaca Al- Qur’ an di hari kiamat nanti dikatakan: “Bacalah dan perbaikilah bacaanmu sebagaimana yang telah kamu kerjakan di dunia dahulu, maka sesungguhnya kedudukanmu itu tergantung kepada akhir ayat yang sedang kamu baca itu.” (HR- Tirmidzi)
3. Bukanlah merupakan suatu kebaikan apabila kamu berbicara dan selalu berkomentar terhadap setiap hal yang kamu dengar, sebab hal itu dapat menjatuhkanmu ke dalam kebohongan.
Abu Huraifah Ra berkata bahwa Nabi Muhammad Saw : “Cukuplah bagi orang itu disebut pembohong jika ia berbicara dengan setiap apa yang ia dengar.” (HR. Muslim).
4. Jauhilah sifat sombong dan membanggakan diri dengan sesuatu yang tidak kamu punyai dengan tujuan memperbanyak harta dan mendapat ketenaran di mata manusia.
Aisyah Ra, meriwayatkan bahwa seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW : “Bolehkah saya mengatakan bahwa suami saya telah memberikan sesuatu padahal dia tidak memberikan sesuatu kepadaku?” Rasulullah lalu bersabda : “Orang yang menyiarkan tentang apa yang tidak dia terirna (pemberian) bagaikan orang yang memakai dua baju kebohongan.” (Muttafaq alaihi) .
5. Dzikrullah itu mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan
seorang muslim, baik dilihat secara ruhaniyah, kejiwaan, jasmani maupun sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu jagalah, wahai saudaraku, ingatlah kepada Allah Ta’ala setiap saat walau bagaimanapun keadaannya. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah memuji hamba-hamba-Nya yang mukhlis.
Firman-Nya:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah swt baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring.” (Ali Imran 191).
Abdullah bin Basar Ra pernah menyebutkan bahwa ada seorang laki-laki berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam itu telah cukup banyak dalam pandangan saya, untuk itu beritahu saya dengan sesuatu yang bisa saya jadikan pegangan.” bersabda Rasulullah: “Lidahmu itu akan terus basah dengan berdzikir kepada Allah.” (HR. Tinnidzi).
6. Jika kamu ingin berbicara, maka jauhilah dari membesar-besarkan diri, bermanis-manis kata dan terlena dalam buaian kata. sebab itu merupakan sifat yang dibenci oleh Rasulullah SAW.
Beliau bersabda :
“Sesungguhnya sesuatu yang paling saya benci dan paling jauh posisinya dariku pada hari kiamat adalah mereka yang banyak bicara, angkuh dalam berucap dan besar mulut.” (HR. Tarmidzi).
7. Jadikanlah pribadi Rasulullah SAW sufi teladan yang baik.
Di antaranya banyak diam, berpikir dan tidak banyak tertawa, apalagi sampai hanyut di dalamnya.
Sammak berkata, “Saya bertanya kepada Jabir bin Samirah: Apakah dulu kamu selalu hadir dalam majelis Rasulullah?” Jabir bin Samirah menjawab, “Benar , beliau banyak diam dan sedikit tertawa. Pernah sahabatnya membaca syair dan saling betukar pikiran tentang masalah mereka, kemudian mereka tertawa, tapi Rasulullah hanya tersenyum saja.” (HR. Ahmad).
Jadikanlah ucapanmu selalu condong kepada kebajikan. Jika tidak, maka diammu itu lebih baik. Bersabda Rasulullah Saw:
“Barangsiapa yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik, atau (kalau tidak bisa) diamlah.” (AR. Bukhari)
8. Jangan memotong pembicaraan orang, membatasi atau meremehkannya. Jadilah pendengar yang baik. Bantahlah mereka dengan uslub (metode) yang baik sebagai cermin dari kepribadian.
9. Hindari segala bentuk celaan, menggunjing, atau membicarakan aib orang lain.
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mencela kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang dicela itu) lebih baik dari mereka (yang mencela). Dan begitu pula wanita terhadap wanita lainnya, boleh jadi wanita yang dicela tadi lebih baik dari wanita yang mencela.” (Al Hujaraat 11)
Bersabda Rasulullah SAW :
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya dia tidak menzaliminya, tidak mengecewakannya. juga tidak pula menghinanya. Maka cukuplah seorang itu digolongkan dalam keburukan bila ia menghina saudaranya yang muslim.” (HR. Muslim).
10. Jika kamu mendengar bacaan AI Qur’an Al Karim, maka hentikanlah segala pembicaraan bagaimanapun pentingnya. sebagai rasa hormat terhadap Kalamullah. dan juga sebagai pelaksanaan perintah-Nya.
“Dan apabila AI Qur.an dibacakan maka dengarkanlah dan perhatikan dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Al A’raf 204).
11. Pandai-pandailah dalam memilih kata sebelum ke luar dari mulutmu. Jagalah perkataanmu agar tetap bersih. cocok dan sesuai dengan kebenaran, jauh dari keburukan, serta tidak menimbulkan kemurkaan Allah Ta’ala. karena setiap kata mempunyai tanggung jawab yang besar. Berapa banyak kata yang bisa menyebabkan si pembicaranya masuk surga, dan berapa banyak pula kata yang memasukkan orangnya ke dasar neraka jahannam.
Abu Hurairah Ra berkata Nabi Muhammad SA W bersabda: “Seorang hamba yang jika berbicara semata-mata yang diridhoi Allah dan seolah-olah tidak dihiraukan orang, maka Allah akan mengangkat derajatnya. Namun seorang hamba berbicara dengan ucapan yang dibenci Allah seolah-olah tidak dihiraukan orang, maka ucapan itu akan membawanya ke neraka jahannam.” (HR. Bukhari).
Mu’adz Ra bertanya kepada Nabi Saw :
“Ya Rasulullah, apakah kita bertanggung jawab terhadap semua yang kita ucapkan?” Rasulullah Saw menjawab: “Ibumu pasti kehilangan kamu, wahai Mu’adz! Tidaklah manusia itu ditelungkupkan wajahnya ke dalam neraka kecuali karena tergelincimya lidah (akibat ucapan) mereka.” (HR. Turmudzi).
12. Gunakanlah lidahmu yang merupakan nikmat Allah yang agung bagimu untuk amar makruf nahi munkar dan dakwah kepada kebajikan.
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (An Nisa 114)
13. Wahai saudariku muslimah, belajar (menuntut ilmu) itu merupakan hal yang terpuji dan mulia.
Syifa’ binti Abdillah berkata, Nabi Saw pernah masuk ke dalam rumah ketika saya berada di rumah Hafsah, kemudian beliau bertanya kepada saya, ” Apakah kamu tidak mengajari ini (yakni Hafsah) penangkal seekor semut sebagaimana kamu telah mengajarinya tulis menulis?” (HR. Ahmad).
14. Maksud dan tujuan menuntut ilmu itu bukan hanya untuk memperoleh ijazah. untuk mendapatkan pekerjaan atau status sosial, tapi untuk mengetahui berbagai urusan agama. hukum-hukumnya dan memperbaiki bacaan Al-Qur’an Al-Karim sehingga seorang wanita dapat beribadah kepada Robb-nya dengan dasar pemahaman yang jelas. Seperti diketahui, salah satu tujuan menuntut ilmu adalah untuk menelaah teori belajar yang tepat sebagaimana yang tercermin dalam kehidupan Rasulullah Saw, para sahabat dan para pendahulu umat ini, agar kita hidup dalam kebahagiaan dan ketenangan.
15. Jauhilah setiap bentuk gurauan dan celaan. Jangan bersikap sombong terhadap orang lain dalam menuntut ilmu. dan jadikanlah sifat tawadhu (rendah hati) cermin pribadimu agar prestasimu bisa maju dan naik. Kalau tidak demikian maka niscaya ilmumu akan membawa bencana bagimu.
Ka’ ab bin Malik Ra berkata, Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa menuntut ilmu karena untuk bersaing dengan para alim atau karena hendak membantah orang-orang bodoh dan karena mau menarik perhatian manusia kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.” (HR. Tirmidzi)
sumber : pesantrenonline.com